Ku Dapatkan Rasa Percaya Diri Itu...

    
Bonjour! (artinya “Halo” dalam Bahasa Prancis). Maklum akhir-akhir ini aku sedikit tertarik untuk belajar Bahasa Prancis, karena kurasa bahasa tersebut terkesan unik dan pelafalannya juga sangat sulit... Itulah tantangannya mempelajari Bahasa Prancis. 

Sebelumnya, perkenalkan dulu, namaku Frentika Kusumaningtyas. Nama panggilanku cukup banyak, ketika Sekolah Dasar teman-temanku biasa memanggil Prenti, Frenti, tetapi jika dirumah aku dipanggil Penti oleh orangtua dan keluargaku. Ya, Penti. Nama itu (Penti) terdengar aneh menurutku. Namun, sewaktu SMP sampai kuliah (saat ini) aku memperkenalkan diriku sebagai Frentika, atau ada yang memanggilku Tika, namun aku lebih suka dipanggil Fren. Nama Frentika terkesan limited edition, karena sejak Taman Kanak-kanak sampai saat ini aku belum pernah berjumpa langsung dengan gadis lain yang bernama Frentika. Nama itu bukan tanpa makna, kata Ibuku, Frentika artinya teman pertama. Berasal dari kata Friend (English) yang berarti “teman” kemudian diserap ke dalam ejaan Bahasa Indonesia menjadi “Fren”, dan Tika (Ika, Bahasa Sansekerta yang berarti satu). Sementara, Kusumaningtyas (mungkin berasal dari Bahasa Jawa, karena aku keturunan Jawa) artinya bunga di hati. Jadi, Frentika Kusumaningtyas adalah teman pertama bagaikan bunga di hati. Nama itu adalah pemberian Ibuku. Aku sebagai anak pertama mungkin dahulu dianggap sebagai bayi kecil yang menemani kedua orangtuaku dikala sepi setelah pernikahan mereka. Terima kasih Ibu atas nama indah dan unik yang telah engkau berikan padaku. Aku akan menjaga supaya nama ini tetap terdengar baik jika didengar orang lain. Aku akan berusaha untuk selalu menemanimu, kedua orangtuaku sampai tua nanti, aku sangat sayang pada Ibu dan Ayahku.

Aku sempat menjadi pecundang yang kehilangan rasa percaya diri, hanya memiliki sedikit teman. Walaupun begitu, aku tetap mempunyai sahabat yang bisa diajak berbagi dalam suka maupun duka. Semua bermula ketika aku mengikuti lomba menyanyi untuk mewakili sekolahku, saat itu aku masih duduk di bangku Sekolah Dasar. Tepatnya kelas 6 SD. Namun, aku adalah murid pindahan di sekolah itu, karena SD ku yang sebelumnya terkena program “regroup” oleh pemerintah. Sekolahku yang sebelumnya (hanya tingkat dusun) dan mempunyai sedikit murid saja, digabungkan dengan SD di tingkat kelurahan. Entah mengapa, aku tidak mau pindah ke sana. Aku meminta Ayahku untuk memindahkanku di SD di tingkat kecamatan.

Saat sedang kegiatan belajar mengajar di kelas, aku dipanggil oleh Bapak Guru Agama Islam agar bertemu dengannya. Sebelumnya, aku tidak tahu mengapa aku dipanggil. Setelah bertemu dengannya, beliau menjelaskan mengapa ia memanggilku. Ternyata, beliau memanggilku untuk mengujiku, aku diminta menyanyikan sebuah lagu religi. Kemudian, aku menyayikan salah satu lagu yang pernah aku lombakan dulu, saat lomba nasyid tingkat kelurahan. Sepertinya, beliau merasa cocok dengan suaraku sehingga memberiku amanah, supaya aku mewakili SD N Kretek (salah satu SD di Kabupaten Bantul) untuk mengikuti lomba menyanyi tingkat SD sekecamatan. Aku agak ragu sebenarnya, namun aku mau saja.

Aku dilatih oleh seorang guru kelas, tetapi aku lupa beliau mengajar kelas berapa. Aku harus datang ke rumahnya untuk berlatih menyanyi, rumahnya cukup jauh dari rumahku, karena saat itu aku hanya menggunakan sepeda jadi aku menganggap jarak tersebut jauh, hehe. Aku hanya diajari beberapa notasi nada dan sedikit teknik menyanyi olehnya. Sebenarnya aku juga akan dipinjami VCD yang berisi lagu yang akan dilombakan nanti, akan tetapi sayang sekali.. aku tidak mempunyai VCD player. Maklum, kala itu aku hanya seorang anak desa yang berasal dari keluarga sederhana. Meskipun ayahku seorang pegawai negeri, namun saat itu kami hidup dalam keadaan pas-pasan. Asalkan kebutuhan dasar ekonomi (sandang, pangan, papan) sudah terpenuhi, kami sangat bersyukur. Masih sangat melekat dalam ingatanku, bagaimana jerih payah Ayahku untuk bisa memiliki rumah.. membangun rumah sendiri.. Ia sampai rela berhutang sana-sini untuk menutupi dana yang kurang. Katanya, asalkan tidak merepotkan orangtua (Kakek dan Nenekku), ia hanya ingin mandiri. Membangun rumah atas jerih payahnya sendiri. Ya begitu, dan ia bangga atas pencapaiannya. Aku turut senang 😇

Akhirnya, aku hanya berlatih seadanya saja.. Sekedar menghafal lirik lagu dan tanpa ada pengiring musik saat lomba nanti. Waktu untuk berlatih juga hanya sebentar, mepet dengan lombanya. Daaaaaan…… hari yang aku tunggu-tunggu akhirnya tiba, hari itu adalah hari dimana lomba menyanyi yang aku ikuti dilaksanakan. Aku ingat betul, ternyata Ibu guru yang melatihku persiapan lomba menyanyi kemarin, juga menjadi juri di sana. Saat namaku di panggil, tiba saatnya  aku tampil, aku bergegas berjalan maju ke depan
audience. Entah mengapa, aku agak sedikit nervous. Aku hanya sendiri di depan (namanya juga lomba menyanyi solo!).. masa ya berdua, bertiga, itu namanya vocal group nanti, hehe. Lagu pertama yang aku nyanyikan adalah lagu wajib untuk lomba tersebut, agak lupa judulnya...
            Sepohon kayu daunnya rimbun
            Lebat bunganya serta buahnya
            Walaupun hidup seribu tahun
            Kalau tak sembahyang, apa gunanya

Lagu pertama agak lancar aku nyanyikan, meskipun pada waktu itu aku sangat grogi. Aku merasa bahwa aku terkena demam panggung, suaraku bergetar, jantungku berdegup cepat, hal tersebut menjadikan suaraku tak terkontrol. Gugup menjadikanku tak bisa mengambil nada tinggi!!! Aku juga lupa sebagian lirik pada lagu ke dua!!! Aku sangat-sangat malu pada saat itu. Aku mungkin bisa bernyanyi bagus di kamar mandi, tapi aku tidak bisa bernyanyi di depan orang banyak!!! Aku tidak punya rasa percaya diri yang tinggi!!! Aku benar-benar tak berguna, rasanya, aku telah mengecewakan semua orang. Guru-guru, orangtua, dan teman-temanku. Maafkan aku. Kebodohanku.

Semenjak itu, aku merasa menyerah. Setelah masuk SMP aku tak pernah ikut lomba apapun. Aku hanya bergabung dengan kegiatan ekstrakulikuler Paduan Suara. Aku tetap masih suka bernyanyi, tetapi aku tidak berani sendiri. Paduan suara tersebut sering mengiringi upacara 17 Agustus tingkat kecamatan dan ulang tahun sekolahku. Namun, ternyata aku tidak betah mengikuti Paduan Suara, aku ingat sedikit mengapa aku tak betah di sana. Aku merasa “kagol” dengan pelatih ekstrakulikuler tersebut, pelatihnya yang juga guru seni musik di SMP ku, guru yang galak dan omogannya suka nylekit (menyakiti hati). Aku lupa kata-kata apa yang dia ucapkan dulu, tapi yang jelas kata-katanya membuatku malas mengikuti paduan suara lagi. Aku memutuskan fokus untuk belajar saja. Tak ikut ekstrakulikuler lagi selain pramuka. Entah mengapa, aku menjadi anak yang pemalas saat SMP dulu, aku malas untuk berangkat pramuka juga. Sampai-sampai pembina pramuka yang juga guru PKN bertanya padaku mengapa aku jarang berangkat pramuka Sebenarnya hanya ada satu alasan saja, karena aku tak suka. Cukup. Tetapi, setelah diperingatkan begitu, akhirnya aku rajin berangkat pramuka, ya tahu sendiri. Ada ancaman, ada paksaan. Aku juga tidak terlalu cocok dengan teman-teman SMP dulu. Rasanya aku ingin segera masuk SMA. Saat SMP aku lumayan menyukai pelajaran Bahasa. Entah Bahasa Inggris atau Bahasa Indonesia, aku suka. Namun aku tidak jago berpidato atau public speaking. Mungkin, aku hanya pandai teori saja, bukan praktik.

Sebenarnya, kelemahanku adalah pelajaran matematika. Aku juga heran, aku tidak pernah mendapatkan nilai 100 untuk pelajaran ini. Sebenarnya, aku juga agak ragu saat aku berada di jurusan sekarang aku kuliah, ya Akuntansi... Jurusan yang notabene masih cabangnya “matematika” aku masuki. Rasanya seperti masuk ke perangkap mematikan dan tidak bisa keluar 😂
Kembali ke persoalan bahasa tadi, aku tidak menyangka juga, saat pengumuman hasil UN (Ujian Nasional), nilai ujian Bahasa Inggrisku cukup bagus, yaitu 9,60... Hanya terjadi 2 kesalahan. Sayang sekali, mengapa tidak 10,00 ya? 😓 
Nilai ujian Bahasa Indonesiaku juga tak kalah bagus, yaitu 9,20. Aku juga bersyukur karena bisa membuat bangga kedua orangtuaku, nilai UN ku ketika SMP juga termasuk rangking 10 besar di sekolah. Dengan nilai itu, aku mempunyai modal untuk mendaftar ke salah satu SMA favorit di Kota Bantul, yaitu SMA N 2 Bantul. SMA yang sedari dulu aku impikan.  Aku sangat berterima kasih pada Allah SWT karena telah mengabulkan doa-doaku.

Semasa SMA aku tidak mengukir banyak prestasi, aku hanya siswa biasa saja. Terkadang aku sering menyesal mengapa aku tak pernah ikut lomba-lomba lagi. Aku menjadi pendiam dan agak tertutup. Dan, satu kelemahanku, aku gampang menyerah. Aku sepertinya sangat payah. Itu adalah titik dimana aku kehilangan “rasa percaya diri”. Saat SMA kelas X, aku pun malas bersosialisasi dengan pemuda-pemudi karangtaruna di dusunku. Aku mendapat undangan rapat terus-menerus, tetapi aku tak pernah menghadirinya. Sampai suatu hari, Ayah menegurku, menyuruhku untuk bergabung dengan karang taruna. Aku ngotot tak mau, sampai terjadi adu mulut dengan Ayah. Aku agak lupa kejadiannya, tetapi sepertinya aku mengucapkan kata-kata yang seharusnya tak diucapkan seorang anak pada orangtuanya. Aku membantah nasehat-nasehat Ayahku. Beliau sampai berkata, jika kamu tak mau bersosialisasi dengan pemuda-pemudi karang taruna, tak usah jadi anakku. Aku hanya terdiam. Agak marah. Ada sedikit penyesalan juga. Akhirnya, berhari-hari aku tidak bertegur sapa dengan Ayahku. Dia sepertinya sangat marah. Kemudian, aku bercerita kepada Ibu. Aku menangis, aku tidak tahan diperlakukan seperti ini. Aku memutuskan untuk berdamai saja dengan Ayah. Aku minta maaf padanya, sambil menangis, dan aku berkata padanya bahwa aku menyesal atas kejadian kemarin, aku akan menuruti keinginannya, Ayah pun memaafkanku.

Setelah kejadian itu, aku menjadi anggota aktif di karang taruna... Bahkan aku sempat diamanahi sebagai sekretaris 2. Ya, meskipun aku sudah bersosialiasi, bergabung dengan karang taruna... Tetapi aku belum menemukan rasa percaya diri. Aku belum tahu apa obatnya penyakit ini, penyakit minder dan pemalu. Setelah masuk kuliah, aku menjadi kurang aktif di karang taruna karena sibuk dengan kegiatan di kampus. Aku memutuskan untuk mencari rasa percaya diriku di sini, di Universitas Negeri Yogyakarta. Aku bergabung dengan beberapa Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) tingkat universitas. Di UKM Kopma UNY, sebenarnya aku ingin belajar penerapan langsung dari ilmu ekonomi kerakyatan (ekonomi pancasila) itu, sistem ekonomi yang “katanya” berjiwa Bangsa Indonesia. Namun, aku kurang aktif di sini, jadi aku belum mendapatkan rasa percaya diriku. Selanjutnya, aku memutuskan bergabung dengan UKM Broadcasting Magenta Radio UNY, sarangnya para  public speaker. Tentu saja, alumni Magenta Radio banyak yang bekerja di bidang broadcasting, baik  di Yogyakarta maupun Ibu Kota. Ada yang menjadi penyiar radio SWARAGAMA FM (101.7 FM) dan GERONIMO (106.1 FM), serta bekerja di NET TV (stasiun TV di Jakarta), dan masih banyak lagi. Aku merasa yakin, jika aku bisa mendapat rasa percaya diri di sini, bisa menghilangkan grogiku jika berhadapan dengan orang banyak. Menjadi penyiar radio atau berada di dunia broadcasting adalah salah satu impianku di waktu kecil dulu. Dan memang benar, banyak ilmu yang aku dapatkan setelah aku bergabung dengan Magenta Radio. Aku di-training secara gratis oleh para praktisi public speaking, diajarkan beberapa teknik-teknik berbicara yang baik, produksi suara, dan lain-lain. Aku menyukai tempat ini. UNY dan Magenta Radio, biarkan aku berkembang bersamamu. Biarkan aku sukses berkat kamu. Aku OPTIMIS!!! Kuncinya adalah bersosialisasi dan berorganisasi, benar kata Ayahku. Aku memetik kata-kata dari Buya Hamka dan aku tempelkan rekat dalam benakku:
Kalau hidup hanya sekedar hidup, kera di rimba juga hidup
Kalau kerja hanya sekedar kerja, kerbau di sawah juga bekerja
                                                                        -Buya Hamka-
Artinya, supaya hidup ini bermanfaat, kita sebagai manusia perlu bersosialiasi dengan manusia lain dan juga berorganisasi. Karena berorganisasi adalah sebuah kebutuhan wajib bagi manusia untuk membangun rasa percaya diri. Organisasi adalah wadahnya. Agar mencapai sukses di dunia dan akhirat, jangan lupa juga bersosialisasi dengan Tuhan. Semoga cerita ini bermanfaat, terima kasih.  

Yogyakarta, 28 Mei 2015
Ttd,



Frentika Kusumaningtyas


Edit: Sebelumnya, kan aku menyebutkan tentang arti nama Frentika, kalo Ika artinya satu, padahal Ika ternyata artinya bukan satu dalam bahasa Sansekerta, tapi Ika artinya adalah "Itu". Dan, setelah aku googling, arti Tika dalam bahasa Jawa/Hindi/Afrika adalah lukisan, keajaiban hidup, dan simbol keberuntungan. Jadi bingung sekarang. Hahaha. Pokoknya, Frentika adalah anak pertama, gitu aja ya! 😄

Komentar

Postingan populer dari blog ini

#SHARE - EXPERIENCES : English Camp 2015 Part 1

Konsep Dasar Manajemen

Pria Tua yang Misterius